Matanya
menatap Momo sendu. Kesedihan mendalam ia rasakan ketika mengetahui bahwa momo
kesayangannya di racuni oleh kakaknya sendiri. Ia tidak tega membiarkan momo
terbaring dengan sepenggal-sepenggal napas yang tersisa. Tapi, tidak ada yang
bisa dilakukannya. Ia ingin sekali membawa Momo ke dokter, tapi apa daya, uang
yang ada dikantongnya hanya lima ribu rupiah. Tidak akan cukup membayar dokter
hewan. Lagipula ini sudah terlambat, pikirnya.
Sebulan
sebelumnya, Koko tak hentinya menyunggingkan senyum dan sibuk kesana kemari
menyaksikan Momo melahirkan dua anak untuk pertama kalinya. Memandangi Momo menjilat anak-anaknya adalah
hobi barunya. Setiap pulang sekolah, momo adalah tujuan pertamanya.
***
Empat
bulan sebelum Momo melahirkan atau tepatnya enam bulan yang lalu, Koko menemukan
seekor kucing betina yang sedang hamil ditengah hujan dekat kompleks rumahnya
ketika ia baru saja pulang dari bermain sepeda. Kucing tersebut terlihat sangat
ketakutan dan kedinginan. Badannya gemetar, kulitnya pucat, bulu-bulunya layu.
Karena tidak tega, Koko membawa momo pulang. Di rumah ia menyelimuti momo
dengan handuknya setelah megucap-usap bulu momo hingga kering. Ia menggunakan Hair Dryer kakaknya untuk mengeringkan
rambut kucing itu.
Ibu
Koko paham betul bahwa anaknya ini penyuka kucing. Tapi karena memiliki alergi
terhadap berbagai jenis bulu, terutama bulu kucing, maka koko sangat dilarang
memelihara kucing atau bahkan mendekatinya. Hal ini berdasarkan pengalaman
ibunya ketika koko masih berusia tiga tahun pernah bermain dengan kucing, tak
lama kemudian koko sakit. Dokter yang merawat koko mengatakan ia alergi
terhadap bulu hewan, terutama kucing. Itulah mengapa ibunya menjadi sangat was-was akan terjadi apa-apa pada koko setelah ia memegang kucing tersebut.
Ibu
sudah coba berdiskusi dengan Koko, tapi koko berkilah dengan mengatakan bahwa
sekarang ia sudah berusia 7 tahun, tidak lagi alergi terhadap bulu kucing
apalagi terhadap Momo –kucing yang baru saja dibersihkannya . Benar saja, tidak
terjadi apa-apa pada Koko bahkan seminggu dan sebulan setelah itu. Sayangnya,
Momo sulit sekali di atur. Ia suka keluar rumah dan mencuri makanan meski sudah
diberi makanan khusus. Lebih parahnya lagi, Momo suka buang air besar di dekat
lemari pakaian kakak Koko.
Syilvi,
kakak Koko yang berusia tujuh belas tahun sangat jijik terhadap kucing. Koko
heran kenapa kakaknya ini membenci kucing secantik momo. Lagipula, momo
memiliki bulu yang bersih. Ia bisa sampai jungkir balik menjilati badannya
sendiri agar bulu belang tiganya senantiasa terjaga kebersihannya.
Pagi
senin, syilvi sudah bangun dari tidurnya. Ia sudah meletakkan pakaian sekolah
yang akan dikenakannya hari ini di atas meja, tepat di sebelah tas sekolah dan
buku-bukunya. Syilvi memang terbiasa merapikan keperluan sekolah pada malam
hari, sehingga paginya ia tinggal kenakan saja dan tidak khawatir ada yang
terluoa. Namun pagi yang na’ash itu baju syilvi berantakan dan di atas bajunya
menumpuk kotoran kucing. Siapa lagi kalau bukan Momo. Ia kemudian menjerit
sekencang-kencangnya hingga setiap orang yang ada di rumah itu berlari menghampirinya
ke kamar
Dengan
wajah merah padam, Syilvi pergi ke dapur. Di angkatnya badan Momo yang sedang
tertidur pulas. Kucing itu kaget bukan kepalang. Seluruh anggota keluarga yang
tadinya bergerak ke kamar syilvy, kini mengikuti langkah syilvi ke dapur dan
menyaksikan syilvi menjinjing Momo. Koko hanya mampu melotot melihat tingkah
kakaknya. Ia atas nama Momo minta maaf mengenai kejadian kotoran yang ada dibaju
sekolah syilvi, tapi syilvi yang keras kepala tidak terima.
Syilvi
membawa momo ke wastafel, tangannya memutar kran air, kemudian meletakkan momo
tepat dibawah kran. Momo sangat ketakutan, ia bergerak ke sana kemari mencoba
melepaskan diri tapi Syilvi terus menekan. Koko kecewa melihat semua ini. Ia
mendorong tubuh syilvi hingga Momo yang berada di genggaman syilvi hampir
terlepas. Tapi tak disangka, sebagai bentuk perlindungan diri, Momo menyakar
tangan syilvi hingga berdarah kemudian Momo melarikan diri keluar dari dapur.
***
Sudah
seminggu Momo tidak kelihatan. Koko setiap hari keliling kompleks bahkan sampai
ke kompleks sebelah mencari Momo. Ia kecewa melihat kelakuan kakaknya. Ia juga
kecewa pada ayah dan bundanya yang malah menyalahkan Koko telah memilihara
Momo.
Syilvi
masih dendam kepada kucing kesayangan Koko, terutama ketika ia melihat luka
bekas cakaran Momo yang mulai mengering. Ia malu karena pagi itu tidak bisa
masuk sekolah, ia malu mengakui bahwa bajunya terkena kotoran kucing adiknya,
ia sangat marah kucing jelek adiknya meninggalkan luka ditangannya.
Hari
kedelapan sejak kehilangan kucing itu, akhirnya Koko menemukan Momo di simpang
jalan ketika Koko dan keluarganya baru saja pulang dari rumah tantenya. Koko
berteriak minta berhenti, seketika mobil dihentikan oleh Ayahnya. Koko langsung
keluar dan berlari ke arah Momo. Awalnya kucing belang tiga tersebut ingin
berlari, tapi ketika dia sadar bahwa yang menghampirinya adalah Koko, ia diam
saja ditempat sambil menatap ke arah Koko dan menggoyangkan ekornya.
Koko
menggendong Momo, ia dekapkan Momo di
dadanya dan di elus-elusnya kucing itu. Bunda dan kakaknya yang ikut keluar
mobil mengamati dari jarak dua meter. Sepertinya tidak mungkin mereka melarang
Koko atau jika mereka nekat melarang, pasti Koko akan marah besar. Kucing itu
sudah tidak lagi hamil. Ia penasaran dimana Momo melahirkan, tapi yang
terpenting baginya untuk saat itu adalah membawa Momo ke rumah.
Berbeda
dengan Koko, Syilvi jijik sekali melihat kucing itu. Ia melihat-lihat bekas
luka ditangannya, ia minta pindah tempat duduk ke depan disebelah Ayahnya yang
sedang menyetir sementara ibunya duduk dibelakang menemani koko dan kucingnya. Sesampainya
di rumah, bunda meminta Koko memandikan Momo. Setelah selesai di mandikan, Koko
mengusap-usap kulit Momo menggunakan handuk. Kali ini, tidak ada hair dryer sebab syilvi sudah
menyembunyikan alat itu terlebih dahulu.
Entah
apa yang ada di pikiran syilvi. Dendamnya pada Momo membuat dia nekat dan
berpikiran jahat. Sore itu ia melihat racun tikus di gudang rumahnya. Ia sengaja menyiapkan ikan goreng yang
ditaburinya dengan racun tikus. Kemudian, ikan tersebut syilvi letakkan di
dekat momo pada malam harinya. Ia puas sekali memikirkan kelanjutan kisah Momo
memakan racun itu.
Benar
saja, pagi harinya Syilvi terbangun mendengar tangisan Koko. Adiknya itu terduduk
di sebelah Momo. Di goyang-goyangnya kucing tersebut, sementara ia terus
meraung dan meneteskan air mata. Pemandangan itu, membuat sedih siapa pun yang
melihatnya. Bahkan, Ibu koko ikut meneteskan air mata. Ayahnya memeriksa ikan
yang ada di sebelah Momo. Kemudian ia terkejut mencium bau ikan. “siapa yang
membaluri ikan ini dengan racun tikus?”. Teriak ayahnya. Syilvi
yang baru saja keluar dari kamar langsung masuk lagi. Ia ketakutan.
“racun?,
jadi Momo mati karena diracuni, Ayah?” Koko memelototkan mata memanggapi
Ayahnya.
“Bunda,
guru Koko disekolah bilang, Rasulullah sangat menyayangi kucing, kucing bukan
najis, Koko juga tidak lagi alergi terhadap bulu kucing, Momo pasti ngga akan
pup sembarangan kalau kita membiasakan dia pup dipasirnya, kenapa ada yang tega
membunuh Momo, bunda. Dzalim sekali manusia itu bunda. Momo juga bernyawa
seperti dia.” Koko mengucapkan kalimat itu sambil menyucurkan air mata dan
suara paraunya memenuhi seisi rumah. Bundanya ikut menangis. Ayah hanya
menunduk. Tanpa dijelaskan lagi, semua tau, pasti syilvi yang melakukannya.
Hanya Ayah, Bunda, Koko dan syilvi yang menghuni rumah itu.
Dikamar
Syilvi menitikkan air mata, ia terduduk sambil memeluk lututnya. Penyesalan selalu
datang terakhir. Tidak ada yang bisa
mengembalikan nyawa Momo. Syilvi merasa menjadi manusia paling jahat hari itu.
Setelah seharian Koko menangis dan setelah pemakaman Momo yang dilakukan di
kebun belakang rumah, syilvi keluar perlahan dari kamarnya.
Ayah, bunda dan Koko sengaja tidak
menegur Syilvi. Koko sudah tidak menangis, tapi Syilvi berdiri dihadapan
adiknya yang sedang duduk di sofa sambil mengulurkan tangan dan menyucurkan air
mata. Ia kemudian minta maaf kepada Koko. Koko hanya diam dan berkata. “Minta
maaf aja sama Allah, kak.” Koko menyambut uluran tangan kakaknya. Syilvi
memeluk adiknya dan berkata dalam hati bahwa dia tidak akan menyakiti hewan
lagi. Ia tau, binatang adalah makhluk bernyawa, sudah sepatutnya kita saling
menghargai dan melindungi makhluk yang bernyawa.
Syilvi
yang saat itu sedang duduk di bangku kelas 3 SMA memutuskan akan melanjutkan
pendidikannya ke Fakultas Kedokteran Hewan. Ia belajar sangat giat pagi, siang,
sore agar bisa lulus di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada. Sejak
kejadian itu, Koko dan Syilvi memelihara 2 kucing. Kedua kucing tersebut adalah
anak kucing yang tiba-tiba datang ke rumah mereka dan sangat jinak dengan
keluarga mereka. Kedua kucing itu juga berbelang tiga, persis seperti momo.
0 komentar:
Post a Comment