LIFE IS CHOICE


Pagi ini tidak seperti biasanya. Kebiasaan membaca buku dipagi hari mulai terkikis sejak saya bekerja tetap di satu instansi. Entah kenapa, saya merasa kebiasaan saya banyak yang berubah ketika terlena dengan dinamika dunia kerja. Banyak sekali ketakutan, banyak sekali pertimbangan, terlalu takut mendengar kata orang sampai nyaris mengabaikan kata hati sendiri. 
 
Sebenarnya bukan salah dunia kerjanya, kesalahan ada pada saya yang belum mampu beradaptasi dengan dunia baru. Seiring berjalan waktu, saya berusaha kembali mendengarkan suara-suara di hati ini. Berusaha lagi berjalan dalam pikiran yang dituntun oleh buku-buku, nasehat bijak orangtua, teman dan guru.


Saya bangun sebelum subuh dan bergegas mandi, setelah itu menunaikan ibadah sambil menceritakan semuanya kepada Pencipta. Kemudian sambil mengisi waktu luang sebelum siap-siap berangkat kerja, saya baca sebuah buku yang sudah lama bersemedi di salah satu rak . 


Saya menyuarakan isi hati pada orang-orang yang saya cintai, tapi saya meragukan suara itu, padahal itu suara yang keluar dari hati saya sendiri, pilihan yang sesungguhnya saya inginkan. Tapi saya sering ragu sebab masih mendengarkan slogan hidup terbaik versi orang-orang yang belum tentu saya perlukan. Padahal, setiap orang punya pilihan hidupnya, bukan?  

Seperti biasanya, Ahmad Rifa’I Rifan suka memberikan contoh kisah untuk dipetik maknanya. Saya suka membaca kisah berikut :
“Ada seorang ayah yang anaknya baru berusia SD. Ayah tersebut ingin anaknya berangkat ke sekolah dengan kendaraan yang aman, menyenangkan, murah, dan bermanfaat bagi sesame. Coba tebak apa yang dipilih oleh sang ayah? Kreativitas sang ayah luar biasa ketika dia memutuskan memilihkan anaknya naik becak. 

Sang ayah membeli sebuah becak, becak tersebut dirias dengan hiasan bulu-bulu angsa yang berwana-warni. Kemudian ayah tersebut mencari seorang bapak yang tidak punya pekerjaan di sekitar rumahnya untuk dijakikan pengantar anaknya ke sekolah tiap pagi dengan becak yang sudah dibelinya. Usai mengantar ke sekolah, becak tersebut boleh dipergunakan untuk bekerja mencari penumpang lain. Asalkan nanti saat pulang dari sekolah, bapak tersebut sudah siap menjemput di anak.”

Kata Ahmad Rifa’I, Apa yang bisa kita pelajari dari pilihan sang ayah? Yakni kreativitas dalam memilih. Hidup adalah sebuah pilihan, maka pilihlah yang paling banyak memberi kontribusi pada hidup. Ketika si ayah dalam cerita di atas memilih becak, dia sudah berhasil memilihkan sang anak kendaraan yang relative aman dan murah. Selain itu, si ayah ingin membuat si anak senang dengan memperindah becaknya. Dan yang paling hebat, ayah tersebut telah mengangkat satu orang yang asalnya tidak bekerja, kini sudah memiliki pekerjaan. 



Hidup kita berisi pilhan-pilihan. Maka senantiasalah berpikir dengan jernih, pilihan mana yang paling banyak memberikan dampak bagi kebaikan hidup kita, maupun hidup banyak orang. InsyaAllah dengan itu kita bisa menjadi manusia yang peroduktif dalam menggunakan waktu dan usia. 

***

Akhirnya, semua nasehat buku tersebut kamu kembalikan kepada diri kamu sendiri. Istighfar banyak-banyak atas apa yang kamu ragukan selama ini. Mulai hari ini, kamu akan memperjuangkan pilihan kamu, jalan kamu, passion kamu. Tak peduli seberapa banyak orang yang akan menilainya, mengkritiknya, jika penilaian, saran, kritikan tersebut berguna untuk membangun ke arah kebaikan, kamu harus terima. Jika tidak, maka abaikan. 
 
Kamu harus memilih jalan hidupmu. Jalan yang membuatmu merasa hidup dan membuatmu semangat menjalani hidup. Niatkan segala sesuatunya yang kita lakukan untuk ibadah dan berkontribusi sebanyak-banyak bagi sesama.  Semoga kita bukan orang-orang yang selalu menyesal. Semoga kita menjadi orang-orang yang selalu bersyukur, menjadi orang yang bahagia atas pilihan kita sendiri dan bahagia melihat orang lain bahagia.




2 komentar:

 

PAGEVIEWS

FRIENDS