Sore itu seorang anak manusia sedang berdiskusi dengan dirinya sendiri. Mencari. Apalagi kalau bukan jawaban dari dua pilihan. Tak berhenti ia melihat kesana kemari, menyusuri ruang remang-remang yang ramai di isi oleh manusia sedang ngopi.
Empat buah meja bulat berbahan kayu, dua sofa berwarna abu-abu dan empat kursi yang salah satu didudukinya juga terbuat dari kayu. Ditengah diskusi yang seru, datang dua pasang manusia memenuhi kursi-kursi disebelahnya. Ia terjepit. Sepasang menusia ada di sebelah kirinya, sepasang lagi disebelah kanannya. Lalu apa yang dia lakukan? Celingukan. Untung masih ada kopi sebagai pengalih kebego’an yang menginfeksi.
Meski hari ini dipenuhi dengan perdebatan sengit dalam dirinya, ia masih terus bersyukur sebab kredit rekeningnya bertambah sekian juta. Ah, senangnya dia. Betapa ia makin sadar bahwa Tuhan masih sangat mencintainya, masih sayang padanya dan masih suka memberi kejutan. Jum’at barokah, begitu dia menyebutnya.
Setelah bekerja menjadi karyawan yang harus pergi pagi pulang sore, ia semakin menghargai hari, terutama hari jum’at yang bertindak sebagai aba-aba untuk datangnya sabtu, menghargai hari sabtu sebagai kesempatan terakhir dalam satu minggu untuk kerja dan duduk di bangku yang itu ke itu, serta menikmati minggu yang memberinya kebebasan menikmati hibernasi tanpa ada yang mengganggu.
Pukul 18.23 WIB, ia masih menunggu. Apa jawaban dari dua pilihannya. Pukul 18.26 WIB, ia mulai ragu jawaban itu tidak akan ketemu. Sampai akhirnya adzan mulai menyeru dan ia meneguk tetes terakhir kopinya seperti meneguk mimpi. Perdebatan dirinya belum berhenti. Setidaknya, ia bisa bersyukur hari ini masih memiliki segelas kopi dan seteguk mimpi.
perdebatan yg sepi ya...
ReplyDeleteiya mba, saya sering debat sama diri sendiri :(
Delete