PUISI PENGIKAT

Tidak ada kata-kata yang ingin aku sampaikan disini, maksudku tidak ada kata-kata yang mampu mewakili gambaran perasaanku. Hingga kutuliskan saja sebuah puisi. Seni bahasa yang memiliki jutaan makna mendalam. Aku tidak tau apakah puisi mampu mengobati hatiku yang kelelahan, tapi aku bersyukur setidaknya masih ada media bagiku untuk menghaturkan harapan tanpa terkesan berharap. Kadang kita memang terlalu egois untuk mengakui isi hati hingga berakibat kita lelah hati tanpa henti. Lelah hayati.

Harusnya kuakui saja bahwa aku memang sakit -hati-, sebab kata-kata yang terlontar dari seberang membuat mimpi-mimpiku hampir mati. Harusnya ku ungkapkan saja bahwa ku rela nyawaku pergi demi berjuang mencapai cita-cita bersama asalkan kita tetap berdua saling menguat, mendewasa dan akhirnya nanti menua. Harusnya ku ungkapkan juga, aku menjatuhkan cinta bukan untuk terlena, ku ingin cintaku jatuh ke samudera yang penuh dengan warna warni terumbu karang dan miliaran ikan yang menghidupkan kisah lautan. 

Nyatanya aku tercekat disini. Lelah menanti dan berasumsi. Merogok-rogok lagi keyakinan diri. Mencari lagi secercah kekuatan untuk berdiri. Menanam lagi akar kepercayaan untuk menanti. Mungkin ku butuh berhenti agar ku tau bahwa aku tidak sedang menanti mati.

Dua bola mataku menyusuri bait demi bait puisi pengikat yang pernah kau buat. Aku seperti menonton diorama kisah kita di dalamnya. Tak terasa air mataku meleleh. Puisi pengikat yang kau buat meruntuhkan egoku yang terlampau jauh mencuat dari ambang berserah. Ku pegang dada untuk menormalkan detaknya. Bulu roma menganga, mencerap makna setiap kata yang kau ditulis  berima. Aku melemah pasrah.

Aku terbangun perlahan dari keegoisan. Sekelebat bayangmu muncul ditengah pendar jingga sore. Pikirku melayang, membayang. Masihkah kau sama dengan puisi sejuta do’a. bolehkah aku bertanya pada malaikat apa yang sebenarnya sekarang kau pinta? Apakah pinta kita sama?

Aku masih dengan pintaku yang dulu. Hanya saja, kini ku tak akan memaksa yang Kuasa. Biarkan Ia dan malaikatnya yang bekerja. Puisi pengikatmu masih menempel erat di sini, di kalbuku. 





4 komentar:

 

PAGEVIEWS

FRIENDS