Belanja
buku di salah satu toko buku terbesar di negeri ini –yang juga toko buku
langgananku- adalah jadwal istimewa yang selalu aku sisihkan minimal sekali sebulan.
Dan tentu saja setelah aku berhasil mengais beberapa lembar uang jajanku untuk
ku alihkan ke kasir toko buku ini.
Aku termasuk tipe orang yang genre
bacaannya berubah-ubah. Terkadang aku suka tenggelam kedalam kalimat-kalimat
puitis yang tak terjamah maknanya, terkadang aku suka membaca buku-buku triller
yang membuatku bergidik, diwaktu yang lain aku malah sering mengawang bersama
gelak dan tawa yang di pertontonkan oleh setiap kalimat di buku komedi, disaat
-yang tak bisa ditentukan lainnya- aku malah suka membabat buku-buku politik
atau malah tersedu sambil mengingat dosa sembari mengalir bersama buku-buku
yang bernuansa religius. Bagiku, apapun bacaannya, selagi itu bisa menambah
cakrawala berpikirku dan membuatku semakin open
mind akan aku lahap sedikit demi sedikit lama-lama sampai langit.
Ah, seolah-olah aku sudah menghabiskan banyak buku saja berkata begitu. Padahal kenyataannya, membaca belum jadi prioritas utama dalam hari-hariku. Misalnya saja, untuk membaca satu buah novel yang terdiri dari 426 halaman saja aku membutuhkan waktu hampir sebulan. SEBULAN. Ingin dengar alasanku kenapa selama itu? -kalo di tanya alasan, aku mungkin jagonya, sungguh bukan sesuatu yang patut dibanggakan-.
Ah, seolah-olah aku sudah menghabiskan banyak buku saja berkata begitu. Padahal kenyataannya, membaca belum jadi prioritas utama dalam hari-hariku. Misalnya saja, untuk membaca satu buah novel yang terdiri dari 426 halaman saja aku membutuhkan waktu hampir sebulan. SEBULAN. Ingin dengar alasanku kenapa selama itu? -kalo di tanya alasan, aku mungkin jagonya, sungguh bukan sesuatu yang patut dibanggakan-.
Aruna dan Lidahnya. Judul novel yang
masuk kedalam list bacaanku untuk awal tahun 2015. Aku berharap novel itu
selesai paling lambat tanggal 31 Januari 2015. Tapi, GAGAL. Huhuhu :’(
Pasalnya, dibulan januari kampusku
juga merayakan moment dimana mahasiswa dan mahasiswi mengenakan seragam
berwarna putih-hitam selama kurang lebih 2 minggu, waktu dimana mahsiswa
terlalu asyik bercinta dengan setumpuk jurnal, fotocopy catatan kuliah,
internet, dan kumpulan slide ditemani beberapa cangkir kopi atau turunananya.
Mungkin kalian biasa menyebut moment itu UAS (Ujian Ampir Sekarat *eh, Ujian
Akhir Semester). So, pada detik-detik seperti itu, persetan untuk semua hal
yang tidak ada hubungannya dengan UAS –termasuk Aruna dan Lidahnnya-. Alasan
pertama!
Kata-kata di novel ini mengalir,
mengalir begitu saja. Kadang aku tidak menyadari maksud dari kalimat atau
paragraf yang sedang aku tekuni, tapi aku bisa menyeduh kenikmatan dari
kata per kata novel ini. Mengulang bagian-bagian yang ingin aku serap sampai ke
cerebrum dan menguncinya di memori jangka panjangku membuat masa membaca novel
ini jadi semakin lama. Tapi aku mengalir, menikmatinya, hanyut kedalamnya. Pada
akhirnya, aku tidak terlalu perduli dengan target-targetku untuk melahap sekian
buku dan jangka waktu sepersekian jam, hari, atau minggu. Pada akhirnya,
menikmati buku sampai batas selesai yang tepat jauh lebih memberiku kepuasan.
“Loh, kok ini prolognya panjang
banget, kapa reviewnya?”
OKE,
oke baiklah. review novel ARUNA DAN LIDAHNYA kita mulai. #jrengjreng...
ARUNA DAN LIDAHNYA
Sebuah novel karya Laksmi Pamuntjak.
Novel ini menceritakan sang tokoh utamanya yang bernama Aruna. Profesi Aruna
adalah seorang epidemiologis (profesiku dimasa depan). Sudah 2 tahun aku
mencari bahasa indonesia yang tepat dari kata Epidemiologist, dan aku
menemukannya di novel ini. Jujur aku tidak puas dengan kata bahasa indonesianya
L
“Aruna Rai, 35 Tahun, belum menikah. Pekerjaan : Epidemiologist (Ahli Wabah). Spesifikasi : flu unggas. Obsesi : Makanan.Bono, 30 Tahun, terlalu sibuk untuk menikah. Pekerjaan : chef. Spesifikasi : Nouvelle Cuisine. Obsesi : makanan.Nadezhda Azhari, 33 Tahun, emoh menikah. Pekerjaan : penulis. Spesifikasi : Perjalanan dan makanan. Obsesi : makanan. Ketika aruna di tugasi menyelidiki kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota di indonesia, ia memakai kesempatan itu untuk mencicipi kekayaaan kuliner lokal bersama dua karibnya. Dalam perjalanan mereka, makanan, politik, agama, sejarah lokal, dan realita sosial tak hanya bertautan dengan kolusi, korupsi, konspirasi, dan misinformasi seputar politik kesehatan masyarakat, namun juga dengan cinta, pertemanan, dan kisah-kisah mengharukan yang mempersatukan seklaigus merayakan perbedaan antar manusia.”
Novel ini di awali dengan sebuah
prolog yang cukup unik. Sebuah kalimat panjang yang memakan 6 halaman. Ya, 6
halaman tapi satu kalimat. Sebagian besar paragraf awal novel ini di mulai
dengan mimpi Aruna. Lalu menjalar ke cerita nyata yang di alaminya. Tentang Aruna
yang memiliki dua kehidupan seperti bumi dan langit – makanan dan politik
unggas. Seperti yang di jelaskan di atas, pekerjaan sehari-harinya adalah
konsultan epidemiologi. -Tapi aku rasa, passion Aruna memang ada di makanan-. Dalam
novel ini ada 11 BAB yang judulnya nama makanan atau minuman, 3 nama hewan, 4
nama orang, 3 nama daerah, dan sisanya yang lain-lain. Total ada 36 BAB.
Membaca Aruna aku seolah melihat
masa depanku. Berkutat dengan dunia politik, padahal sangat benci dengan
politik. Terutama politik basi negeri ini. Aruna gadis yang sangat cerdas,
namun sangat pendiam. Tak terlalu peduli dengan penilaian orang, tapi risih
dengan kelebihan berat badan yang di tanggungnya. Sementara dia memiliki
seorang sahabat wanita yang seperti sang putri.
Pokonya, selama membaca buku ini lembar per lembar. Aku
semakin nafsu makan. Semakin ingin memburu makanan. Terutama makanan yang langka,
unik, dan memiliki nilai sejarah. Tapi sama seperti Aruna, mungkin aku juga
tidak akan pernah tertarik sama yang namanya sate lalat. Kepikiran nyobain
naniura, mumpung masih di Medan. (mulai nyari kawan yang orang batak tulen).
Jujur aku agak kesulitan membuat
review novel ini. Jadi segini saja yaaa..
Kalau kamu mau lebih lengkapnya,
coba deh kamu baca bukunya. Pasti seru, apalagi kalo kamu mahasiswa kesehatan
masyarakat. Bisa dapatlah nuansa-nuansa kesmas di dalamnya. Biar agak di anggap sikit jurusanmu itu lek.
Psstt... buat kamu yang masih SMP , mending ngga usah baca buku ini dulu deh. Belum
saatnya yaa :P
0 komentar:
Post a Comment