#PUISI24 : MENANTI

Aku terbaring di atas waktu
Menghayati detik
Menghayati bunyi berdetak jam di dinding

Tanganku, lebih pendek dari anganku
Anganku, sudah melewati tapal batas mimpi
Mustahil aku gapai

Aku tak punya permadani, apalagi burraq
Aku hanya akan tetap di sini, terbaring di atas waktu
Menanti, meski sesuatu itu tak pasti
Menunggang kuda kesetiaan
Meski aku tak tahu harus setia pada apa, pada siapa
Aku terus menanti
Mencemari hatiku dengan keyakinan-keyakinan palsu

Gelap sering berbisik di gendang telingaku
Memecah sepi, menimbulkan lengkingan yang menyayat
Bukan hati, tapi logikaku yang mati
Bagian terparah dari menanti
Tapi begitulah menanti

Cahaya mulai enggan menyusup ke retinaku
Aku tahu
Karena ia sudah cukup lelah diabaikan oleh hatiku
Dan ia tak cukup mampu untuk membuat logikaku tetap hidup
Ia malu pada dirinya sendiri
Ia cahaya, tapi terseok
Ketika berhadapan dengan lampu kecil keyakinan
Lampu yang dinyalakan oleh penanti sepertiku

Hanya waktu yang masih menerimaku
Entah sampai kapan
Mungkin sampai baterai jam di dinding habis

Dan aku sendiri, masih menanti
Hingga ombak laut menyapuku dari penantian ini
Menghantarku pada jawaban yang kutunggu
Atau menghantarku pada sesuatu yang pasti
Kematian



"puisi ini kupersembahkan untuk seseorang yang sedang kunanti dan untuk seluruh orang yang masih setia dalam penantiannya dan untuk orang yang mulai ragu dengan penantiannya dan untuk mereka yang baru belajar menanti dan untuk orang yang baru lahir dari persalinan penantian"
photo by : me
lokasi : pantai nelayan, kampung nipah
model : laila


7 komentar:

 

PAGEVIEWS

FRIENDS