Tadinya
aku berpikir aku hanya buih di tengah lautan, tidak mungkin kau kenang karena
sosokmu terlalu di gadang-gadang oleh buih lain yang bertebaran, bahkan oleh
selain buih. Kau lautan tenang yang sesekali menyenyumi kami dengan gelombang. Dan
gelombang itu miliaran, menghasilkan triliunan buih, termasuk aku yang sebutir
buih tanpa arti. Andai aku mati, mungkin alam hanya akan tetap sunyi seolah
tidak ada yang pergi. Begitulah aku menganggap diriku yang dulu pertama bertemu
denganmu sang lautan lepas megah tak berujung. Aku tak pernah berani meski
hanya sedikit saja berkhayal disentuh mu, apalagi bersanding dengan senyum
sumringah bersamamu. Tidak pernah. Aku terlalu buih untuk itu.
Hingga pada suatu kali aku
terperangah, tidak hanya oleh senyum sumringah tapi juga oleh ekspektasiku yang
runtuh tentang dirimu. Kau seolah menganggap aku ada, bukan cuma buih yang
sekilas pandang dan menghilang. Terlebih lagi kau mengingatku, padahal dalam
sejarah kita bisu, kita tak pernah terhubung oleh kata dan rasa.
Hari itu menjelma menjadi hari
terindah dalam sejarahku. Berada tepat disebelah kiri lenganmu, terabadikan
dalam lukisan alam sebuah pulau dengan kita yang memamerkan barisan gigi
berdua. aku merasa mendapat magis dari pulau kecil yang mengubahku dari buih
menjadi pantai nan elok rupawan. Aku bukan lagi buih yang sekali diterjang
gelombangmu lalu hilang. Aku menjadi pantai idaman semua kejantanan laut yang
mendambakan keseksian pantai yang anggun dan bermartabat. Kau membuatku merasa
seistimewa itu, setidaknya untuk sehari.
Hari berikutnya, pulau kecil yang khilaf
merekam senyum kita pun sirna. Sirna dimakan kesenjangan yang dulu sekali aku
takuti terjadi. Seharusnya aku tau diri, dari awal lautan megah tidak
ditakdirkan menikahi buih yang fana. Buih sepertiku hanya mengisi hamparanmu
setitik dari sekosmik keindahan dan kegagahanmu. Maafkan kesalahanku diriku,
maafkan aku menyakiti bilik hatimu dengan kebodohan versi princess malang yang
aku ciptakan sendiri. Hariku pernah tertoreh indah di pulau kecil itu. Aku juga
berhak memilih untuk menyejarahkan keindahan yang terjadi di sana hanya dalam
buku kenanganku. Bukan untuk aku nyatakan. Karena aku hanya buih. Aku bisa
meilhatmu lautan lepas, aku bisa menyusurimu, meski dalam mayaku. Terima kasih
untuk sehari yang dipenuhi oleh keromantisan palsu itu, artifisial!
Silahkan mengatai diriku bodoh,
silahkan sepuasmu. Amangoi amang!
"Kupersembahkan ini untuk nona berlari yang menyembul merah dari balik kristal air laut yang bening."
0 komentar:
Post a Comment