Lagi-lagi,
menulis tengah malam terasa begitu mengasyikkan bagiku. Tenang. Dan lebih
sempurna jika ditemani oleh symphony indah-nya Amanda Inez Poernama. Ya, Amanda
Inez Poernama, mulai malam ini kunobatkan dia sebagai musician favoritku.
Sungguh, cara jarinya menekan tuts piano sangat lihay, instrumennya bagus
bangeeett. . .
Well, sebenarnya malam ini aku cuma mau cerita
tentang beberapa hobiku. Lebih tepatnya 5 hobiku yang nyaris jadi obsesi (bukan
obrolan seputar selebriti ya, ini obsesi dalam makna yang sebenarnya):)
Pastinya gendre bacaanku bukan hanya
buku sekolah atau buku kuliah, aku suka membaca apapun yang membuatku takjub, yang
membuatku merasa keren, yang membuatku geleng-geleng kepala dengan bibir
nyubutin kata WOW berkali-kali, yang menginspirasiku, dan yang pasti bisa
memuaskan dahagaku tentang ilmu dan keajaiban dunia. Waktu kecil, aku suka sekali
membaca buku dongeng, entah itu tentang princess atau tentang kerajaan tempo
dulu. Selain dongeng, aku juga suka baca legenda tentang suatu daerah. Kegemaranku
membaca legenda tak terlepas dari pengaruh kakek dan nenekku. Kata kakekku, selalu
ada sejarah unik di setiap tempat kaki berpijak. Selalu ada cerita dari setiap
tugu yang berdiri di gerbang desa atau monumen yang gagah di suatu kota.
Setelah
beranjak remaja, aku mulai suka baca komik, baca roman picisan, baca cerpen,
cerbung, dan puisi. Biasanya aku mendapatkan semua bahan-bahan bacaan itu dari
majalah bobo langgananku atau buku-buku yang sengaja dipesankan ayahku tiap
bulan untukku. Ayah dan ibuku adalah librocubicularist,
seperti pepatah yang mengatakan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Maka,
aku juga seorang librocubicularist. Menjadi librocubicularist itu sangat
nikmat!
Aku suka menulis, memang belum
pernah aku menulis sesuatu yang sangat berharga dan menginspirasi. Menulis
bagiku adalah mengungkapkan, ya. . . mengungkapkan apapun yang ingin aku
ungkapkan ketika mulutku terkunci untuk berbicara. Aku sering terkagum-kagum
pada penulis–bagaimana mereka bisa se-kreatif itu merangkai kata- sehingga aku
bercita-cita (saat ini mungkin lebih tepatnya “berobsesi”) menjadi seorang
penulis. Betapa puasnya ketika karya hasil pemikiran kita di baca banyak orang,
menginspirasi banyak orang, dan dinantikan banyak orang. Betapa kita jadi “Manusia
yang Berguna” ketika bisa mengispirasi sesama yang mungkin tak pernah kita
jumpai atau kita kenal lewat tulisan yang kita hasilkan. Uwaah... *pengen
attack*
Aku selalu bermimpi bisa keliling
dunia, melihat kehidupan yang tak biasa. Aku memang tak seberuntung anak-anak
orang kaya yang bisa plesiran tahunan atau bahkan bulanan bersama keluarganya,
aku hanya anak dari orangtua sederhana yang selalu menanamkan ke-optimisan
ditengah keterbatasan. Jadi, aku nggak pernah
takut untuk bermimpi, bahkan bermimpi untuk keliling dunia sekalipun. Mimpi
yang mungkin nggak di miliki oleh
anak-anak orang kaya. Dan kesukaanku jalan-jalan itu semakin menjadi-jadi
selama aku kuliah, darahku sepertinya selalu mengalirkan hasrat untuk bisa
melihat setiap tempat dengan budaya khasnya masing-masing, dengan geografisnya
masing-masing dan dengan orangnya yang pasti berbeda-beda. Percayalah,
jalan-jalan adalah hal yang “paling menyisakan pengalaman baru” yang pernah
ada. Aku pernah mengutip beberapa statusnya om Tere Liye di FB terkait
jalan-jalan :
Dakilah gunung2 tinggi. Kunjungi hamparan danau2 luas. Selami
lautan indah. Datangi desa2 terpencil. Lewati hutan2 lebat, padang rumput,
stepa, sabana.
Ayo, itu sungguh akan menjadi pengalaman hidup
yang baik. Merasakan kebesaran Allah, mencintai alam sekitar, menurunkan nafsu
nyolot dan sok tahu.
Mumpung kalian masih muda, tidakkah kalian ingin menginjakkan kaki di puncak gunung mahameru, rinjani, kerinci, atau bahkan jaya wijaya?
Mumpung kalian masih muda, tidakkah kalian ingin menginjakkan kaki di puncak gunung mahameru, rinjani, kerinci, atau bahkan jaya wijaya?
*Tere
Liye
Saya selalu menyarankan ini, jika kalian masih muda, punya
banyak waktu luang, tidak memiliki terlalu banyak keterbatasan, maka
berkelilinglah melihat dunia. Bawa satu ransel di pundak, berpindah-pindah dari
satu kota ke kota lain, dari satu desa ke desa lain, dari satu lembah ke lembah
lain, pantai, gunung, hutan, padang rumput, dan sebagainya. Menyatu dengan kebiasaan setempat , naik turun angkutan umum, menumpang menginap di rumah-rumah, selasar masjid, penginapan murah meriah, nongkrong di pasar, ngobrol dengan banyk orang, dan menikmati setiap detik proses itu.
Maka, semoga, pemahaman yang lebih bernilai
dibanding pendidikan formal akan datang. Dunia ini bukan sekadar duduk di depan
laptop atau HP, lantas terkoneksi dengan jaringan sosial yang sebenarnya semu.
Bertemu dengan banyak orang, kebiasaan, akan membuka simpul pengertian yang
lebih besar. Karena sejatinya, kebahagiaan, pemahaman, prinsip-prinsip hidup
itu ada di dalam hati. Kita lah yang tahu persis apakah kita nyaman, tenteram
dengan semua itu. Nah, kalau kalian punya keterbatasan, lakukanlah dalam skala kecil,
jarak lebih dekat, dengan pertimbangan keamanan lebih prioritas. Itu sama saja.
Lihatlah dunia, pergilah berpetualang, perintah itu ada dalam setiap ajaran
luhur.
*Tere Liye
Aku
merinding ketika membaca kedua status om Tere Liye ini. Dan berkata dalam hati “
ternyata ada yang mendukung hobi dan mimpiku, meski aku tidak pernah
mengenalnya, meski dia bukan om-ku, tapi dia orang yang selalu menginspirasiku,
menghiburku, menasehatiku.
Yaa, , , begitulah penulis! ”
Yaa, , , begitulah penulis! ”
Hobi ini termasuk hobi yang baru
bagiku, aku mulai menggilai hobi yang satu ini sejak SMP. Tapi, tidak pernah
secara khusus mempelajarinya. Sekarang saatnya bagiku untuk mempelajari
photography (mungkin dengan bergabung bersama UKM Phography USU:p), karena
jalan-jalan nggak lengkap tanpa photo-photo, karena kenangan tak abadi tanpa gambar
dan tulisan.
Aku sebenarnya ingin bilang hobiku yang terakhir “berkhayal”,
tapi menurutku berkhayal itu maknanya lebih sempit dari berimajinasi. So well,
aku pilih hobi berimajinasi. Kenapa berimajinasi? Jawabnya sederhana. Penulis
bisa menulis karena dia berimajinasi, pembaca membaca sambil mengimajinasikan
bacaannya, traveler juga sudah mengimajinasikan perjalanannya sebelum mereka
melakukan perjalanan itu, Dan terakhir, seorang photographer selalu
mengimajinasikan sesuatu yang akan dia capture.
Dan aku berimajinasi untuk membantuku meraih mimpi, entah itu mimpi yang
nyata maupun mimpi ketika aku tertidur.
Hello Lisa! :)
ReplyDeleteNggak sengaja browsing terus ketemu namaku sendiri di blog kamu, thank you for liking my youtube videos! Didn't really think that someone would actually listen to the abandoned channel.
Cheers :)
Amanda Inez P
Huuuaa...
ReplyDeleteSURPRISE, di comment sama amanda (baca:idola) :*
hihiii...video video amanda emang bagus, wajar banget kalo aku suka.
aku tunggu ya video video selanjutnya ;)