Aku tali jemuran, aku hidup di sebuah komunitas jemuran. Disini kami terlahir dari berbagai jenis tali. Aku adalah tali terkuat, terpanjang dan berada pada posisi tertinggi. Komunitas jemuran berada dibawah naungan perumahan manusia, mereka biasa menyebutnya rumah kost. Keberadaan kami di dunia ini sering disepelekan oleh manusia yang ada di rumah kost ini.
Mereka sering menjemur pakaian dalam jumlah yang sangat banyak, sepertinya mereka sengaja melakukan itu. Kami tidak tahu, mereka memang ingin menyakiti kami atau memang terpaksa melakukannya.
Sebenarnya, dulu kehidupan kami damai tanpa masalah. Tapi ketika jumlah manusia di kost-kostan ini makin bertambah, beban hidup kami jadi semakin berat. Setiap hari kami harus menopang puluhan pakaian melebihi kemampuan kami, terutama aku. Aku tahu aku adalah tali terkuat. Tapi, tidak harusnya seperti ini mereka memperlakukanku.
Ngomong-ngomong kami belum memperkenalkan diri. Baiklah, nama kecilku adalah kawat, ya kawat. Sejak pindah ketempat ini, sejak aku ditambatkan dari satu ujung dinding ke ujung dinding lainnya, sejak aku difungsikan sebagai penopang pakaian basah dan sejak kehidupanku menjadi begitu sengsara karena harus menghadapi hujan, panas dan petir, aku resmi dipanggil kawat jemuran. Mereka -para manusia-, membunuh jati diriku sebagai kawat. Aku selalu iri dengan teman-temanku yang mengabdikan diri pada bangunan tinggi. Terlihat hebat dan tidak menjadi pecundang sepertiku. Meski disini aku paling gagah, tetap saja aku adalah kawat jemuran.
Aku juga punya beberapa teman yang dilahirkan dari latar belakang yang berbeda, nama mereka adalah rafia, tambang, dan yang terakhir mirip denganku adalah kawat kecil. Kami bersama-sama menjalani kehidupan yang sama, di sudut yang sama dan di bawah matahari yang sama. Tali jemuran tertua bernama pak tambang. Beliau terkenal bijak menyikapi masalah. Beliau sudah sangat berpengalaman menopang para pakaian basah yang tergantung di badan talinya yang mulai renta.
Berbeda dengan rafia, tali satu ini banyak sekali omongnya. Terkadang aku muak mendengar celotehannya. Sedikit saja pakaian di letakkan diatasnya, ia akan langsung menjerit-jerit tak menentu. Sangat emosional.
Yang terakhir ini agak mirip denganku, tapi ia kecil dan pendek. Sekali menanggung beban ia akan melengkung. Miris sekali melihatnya. Anehnya, dia tidak pernah mengeluh apalagi mengumpat seperti yang aku dan rafia lakukan.
***
Hari ini hari minggu, seluruh manusia penghuni kost ini mencuci pakaian mereka dan menjemur pakaian -yang tak kepalang tanggung banyaknya- di atas badan kami. Sejak kost ini bertambah anggotanya, aku takut bertemu hari minggu atau hari libur atau hari lain dimana manusia kost ini menjemur pakaian.
Seperti biasa, aku dan rafia terus mengumpat sepanjang hari. Kami mengeluhkan berat beban ini, matahari yang terlalu panas ini. Dan aku, aku adalah yang paling sial hari ini. Mentang-mentang aku paling tinggi dan paling gagah, aku dipenuhi dengan beratus-ratus pakaian yang di hanger. Kegagahanku teruji disini. aku tidak kuat lagi. Aku muak.
Kudengar samar-samar dari balik tumpukan pakaian itu, suara pak tambang berseru “ sabarlah kawat besar, kau tidak akan diberi beban melebihi kesanggupanmu. Syukuri apapun yang saat ini kau terima. Karena kebahagian hidup akan terasa ketika kau mempunyai makna bagi sesamamu dan bagi manusia”. Seketika aku terdiam. Aku terkejut, pak tambang tak pernah terdengar sekecewa itu. Hari ini ia sepertinya lelah bukan karena beban yang ia tanggung. Tapi, lelah karena keluh kesahku.
Tiba-tiba terdengar suara yang sangat kencang “Guubbraakkk”. Kami semua menoleh ke arah tali itu. Ternyata rafia sudah putus. Ia meregangkan nyawanya tepat disaat ia mengumpat dan menyumpahi kesulitan hidup yang dihadapinya, padahal selama ini manusia tidak pernah meletakkan pakaian yang berat di atas tubuhnya. Setiap hari ia mengeluh, menyesali hidupnya dan putus. Menyerah dengan sangat hina. Seluruh pakaian yang sudah susah payah dicuci manusia menjadi kembali kotor karena keputusannya.
Beberapa menit kemudian, sudah terpasang sebuah tali tambang berwarna orange sebagai pengganti rafia. Ia berukuran lebih besar dariku, lebih indah dariku dan pasti lebih kuat dariku. Beberapa bulan berlalu sejak keputusan rafia, komunitas jemuran semakin damai. Tidak ada lagi keluhan disini. Kami semua belajar dari kehidupan buruk yang dialami rafia. Aku juga belajar banyak hal dari pak tambang dan si tambang orange. Pak tambang begitu ikhlas menjalani tanggungjawabnya. Tidak heran beliau bisa bertahan sampai 10 tahun ditengah hujan, panas, dan angin badai yang menyerang komunitas ini.
Si tambang orange juga memberiku banyak pelajaran. Ia tidak pernah mengeluh, tidak juga menyombongkan diri, padahal manusia selalu memuji kekuatan dan kecantikkannya. Sedangkan aku, aku merasa malu dengan diriku sendiri. Aku hanya seutas kawat yang ternyata lemah, aku yang sombong tak pernah menyadari betapa sebenarnya masih ada langit di atas langit. Sekarang aku menua, penuh karat dan sering dihina oleh manusia. Silahkan kalian mengambil makna dari kehidupanku.
Selamat tinggal.
Catatan penulis : cerita diatas hanya imajinasi penulis belaka, harap pembaca mengambil maknanya. Apabila terdapat kesalahan, penulis mohon kritik dan saran yang membangun. Dengan cinta ~Lisasurya
0 komentar:
Post a Comment