SESUATU


Kepanikan dan perasaan takut yang tak mampu kujelaskan itu hadir disaat aku tanpa sengaja merabanya. Berkali-kali. Hingga detik ini aku menyimpannya sendiri, tanpa satupun dari jiwa-jiwa bernyawa yang tahu. Aku tutup rapat sedemikian rapat. Aku sendiri nyaris kesusahan membukanya untuk diriku sendiri.

Aku tidak bermaksud berbohong, aku juga tidak ingin seperti ini. Tapi, yang lebih aku tidak ingin adalah melihat orang yang aku sayang-melihat kalian yang ada dihidupku-menjadi kelabu. Aku hanya ingin melihat kalian berwarna, setidaknya usahaku adalah dengan mencoba terlihat berwarna dihadapan kalian, hingga warnaku membias mempengaruhi warna kalian.

Ini klasik. Tapi, inilah pilihan yang paling sering diambil oleh orang-orang sepertiku. Aku juga dulu tidak mengerti layaknya kalian. Setelah aku mengalaminya, setelah aku merasakannya, setelah aku sadar hidupku juga dipengaruhi oleh hidupnya. Saat itulah aku mengerti. Karena dalam hidup, tidak semua hal bisa kau mengerti sampai kau mengalaminya sendiri.

Awalnya, aku ingin berhenti. Seperti menyerah. Tapi tidak kulakukan, dan tidak akan. Aku sadar aku punya batas waktu yang lebih singkat dari kalian. Maka dari itulah, aku berusaha bergerak lebih cepat dari kalian. Sebenarnya aku tahu, secepat apapun aku bergerak, aku tidak akan bisa mngimbangi kalian. Jadi aku ubah haluan, aku tidak akan bergerak mengimbangi kalian, aku hanya akan bergerak agar aku selalu ada disisi kalian, bermanfaat untuk kalian, membawa warna dalan hidup kalian dan memegang erat kalian semua-kalian yang sangat aku sayang-hingga batas waktu itu tiba memisahkan kita.

Untuk guru-guruku, aku tidak akan berusaha mencari nilai yang terlalu tinggi disetiap mata kuliah yang guru beri. Karena hidupku yang singkat dan penuh kejutan ini tidak membutuhkan nilai A, B, atau C sama sekali. Aku hanya butuh nilai yang tak terdefinisikan. Nilai yang tak sembarang beri-apalagi nilai justifikasi yang didapat selama seminggu masa ujian-.

Bukan aku sombong. Dulu juga aku suka berpacu dengan nilai. Dulu aku juga senang selalu jadi yang pertama. Dulu aku selalu berhasil membuktikan bahwa aku bisa jadi yang pertama. Mereka mengakuiku. Tapi, itu dulu. Sekarang, sejak aku hidup-didampingi dengan sesuatu yang tidak bisa kujelaskan-aku tidak menginginkan nilai-nilai itu lagi. Kalaupun ingin, itu hanya sebagai hadiah untuk ibuku.

Salam, dariku yang hidup dengan sesuatu :)









0 komentar:

Post a Comment

 

PAGEVIEWS

FRIENDS